Pages

Kamis, 20 September 2018

Stuck for Lyfe

Mungkin kalian akan mendapati beberapa tulisan sebelum ini mengenai kisah yang menyedihkan. Kemudian kalian akan berpikir bahwa kesedihan itu real dialami oleh si penulis. Lalu kalian akan menyimpulkan bahwa si penulis sedang sedih atau galau. Beberapa orang yang membaca mungkin mempunyai sudut pandang yang berbeda setelah membacanya. Namun, ketika kalian membaca tulisan ini kalian akan tahu bahwa ada tulisan based on true story dan ada yang fiktif belaka.

Hari ini aku kebingungan. Bingung mengekspresikan rasa bahagia atau sedih yang ada dalam diriku. Bagaimana mengungkapkan dan bagaimana mengekspresikannya. Harusnya aku tak lupa kata pepatah "JANGAN LUPA BAHAGIA". Namun kurasa pepatah itu dikhususkan oleh orang yang benar-benar lupa bagaimana caranya menyenangkan dirinya secara ikhlas. Bahagia namun tak ikhlas pasti membuat hati kita jadi sempit. Dan aku sudah pernah merasa demikian.

Aku benar-benar stuck dengan keadaan hari ini. Aku benar-benar STUCK.

Selasa, 11 September 2018

Tears From God

Hari itu, dunia terasa tak bersahabat denganku. Angin berhembus seakan tak melewatiku. Di tengah jalan ku berhenti sejenak. Perlahan kepala ku angkat ke atas melihat langit mendung sambil bergumam, "Tuhan, mengapa hari ini begitu suram? Seakan dunia tak menerima kehadiranku di sini. Apa yang aku lakukan sehingga Engkau menghukumku?"


***


     Aku melanjutkan langkah menuju ke rumah. Di perjalanan pikiran tak kuhiraukan. Saat itu aku fokus untuk pulang. Pulang dan membuat hatiku gembira. Tak kupedulikan sakitnya kaki melangkah. Iya, saat itu aku memakai flat shoes tipis, yang bisa merasakan tajamnya kerikil jalanan. Aku tak peduli.
     Setiba di rumah, aku mengumpulkan tenaga untuk membereskan perkakas yang belum sempat kuletakkan pada tempatnya. Sambil meneguk air mineral dan duduk di sofa, pikiranku kembali mengusik untuk dipikirkan. "Ayo, pikirkan aku kembali. Kamu belum menyelesaikan masalahmu sampai saat ini. Kapan kau akan menyelesaikannya sehingga aku bisa keluar dari sini?", seolah pikiranku berkata begitu. Apa aku salah karena tidak memedulikan mereka?
     Aku beranjak ke kamar. Dengan sisa tenaga yang ada, akhirnya aku bisa merebahkan badan di atas kasur. Tiba-tiba saat itu aku merasa tak ada orang yang perduli denganku. Teman, sahabat, maupun keluarga seketika hilang. Aku merasa sangat sedih luar biasa. Mataku perlahan mengeluarkan bulir air mata dan kemudian jatuh ke atas seprai yang aku tiduri. Selang semenit akhirnya tangisku memuncak hingga mengeluarkan suara saking sakitnya perasaan yang aku rasakan saat itu. Aku ingin menyalahkan seseorang. Tapi tak ada yang bisa kujadikan tameng. Tak ada yang salah. Aku hanya bodoh dengan alasan itu. Apa aku harus menyalahkan Tuhan?

"Aku pernah melewati ujian ini sebelumnya. Bahkan lebih parah dari hari ini"
"Aku harus lebih kuat dengan skenario hari ini, agar Tuhan bisa percaya bahwa aku bisa"
"Aku yakin Tuhan sedang mengujiku untuk lebih belajar mengenai artinya hidup"
"Tuhan, aku yakin ini teguran dari-Mu. Maka mampulah aku", gumamku saat itu ketika aku hendak beranjak dari tempat tidur dan duduk di kursi kerjaku dengan mata sembab.

"Suatu hari nanti, aku akan bergembira karena telah mendapat pelajaran hidup dari ujian ini."

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 malam. Aku tak menyadari bahwa aku terlelap selama 7 jam setelah menangis tadi.