Pages

Selasa, 11 September 2018

Tears From God

Hari itu, dunia terasa tak bersahabat denganku. Angin berhembus seakan tak melewatiku. Di tengah jalan ku berhenti sejenak. Perlahan kepala ku angkat ke atas melihat langit mendung sambil bergumam, "Tuhan, mengapa hari ini begitu suram? Seakan dunia tak menerima kehadiranku di sini. Apa yang aku lakukan sehingga Engkau menghukumku?"


***


     Aku melanjutkan langkah menuju ke rumah. Di perjalanan pikiran tak kuhiraukan. Saat itu aku fokus untuk pulang. Pulang dan membuat hatiku gembira. Tak kupedulikan sakitnya kaki melangkah. Iya, saat itu aku memakai flat shoes tipis, yang bisa merasakan tajamnya kerikil jalanan. Aku tak peduli.
     Setiba di rumah, aku mengumpulkan tenaga untuk membereskan perkakas yang belum sempat kuletakkan pada tempatnya. Sambil meneguk air mineral dan duduk di sofa, pikiranku kembali mengusik untuk dipikirkan. "Ayo, pikirkan aku kembali. Kamu belum menyelesaikan masalahmu sampai saat ini. Kapan kau akan menyelesaikannya sehingga aku bisa keluar dari sini?", seolah pikiranku berkata begitu. Apa aku salah karena tidak memedulikan mereka?
     Aku beranjak ke kamar. Dengan sisa tenaga yang ada, akhirnya aku bisa merebahkan badan di atas kasur. Tiba-tiba saat itu aku merasa tak ada orang yang perduli denganku. Teman, sahabat, maupun keluarga seketika hilang. Aku merasa sangat sedih luar biasa. Mataku perlahan mengeluarkan bulir air mata dan kemudian jatuh ke atas seprai yang aku tiduri. Selang semenit akhirnya tangisku memuncak hingga mengeluarkan suara saking sakitnya perasaan yang aku rasakan saat itu. Aku ingin menyalahkan seseorang. Tapi tak ada yang bisa kujadikan tameng. Tak ada yang salah. Aku hanya bodoh dengan alasan itu. Apa aku harus menyalahkan Tuhan?

"Aku pernah melewati ujian ini sebelumnya. Bahkan lebih parah dari hari ini"
"Aku harus lebih kuat dengan skenario hari ini, agar Tuhan bisa percaya bahwa aku bisa"
"Aku yakin Tuhan sedang mengujiku untuk lebih belajar mengenai artinya hidup"
"Tuhan, aku yakin ini teguran dari-Mu. Maka mampulah aku", gumamku saat itu ketika aku hendak beranjak dari tempat tidur dan duduk di kursi kerjaku dengan mata sembab.

"Suatu hari nanti, aku akan bergembira karena telah mendapat pelajaran hidup dari ujian ini."

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 malam. Aku tak menyadari bahwa aku terlelap selama 7 jam setelah menangis tadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar