Pages

Jumat, 28 Juli 2017

Susah Senang di FKG

Halo. Setelah bersibuk-sibuk seminggu ini di RSGM, akhirnya di awal weekend gue bisa menulis kembali cerita yang lama terpendam akibat kemalasan dan kecapekan hehe. Seminggu ini, gue lagi sibuk mengurus beberapa requirement yang belum lunas. Emang, sih, ga serajin teman-teman lain, tapi apa salahnya untuk  bangkit kembali. Karena setiap orang itu punya pendapat dan persepsi berbeda-beda. Setiap orang punya cara hidup dan menjalani kehidupan mereka sendiri. Don't judge, aje!

Gue mau berbagi cerita selama gue co ass tiga tahun terakhir ini. Ga usah komen kenapa udah tiga tahun belum lulus juga? Jawabannya simple, "jangan banyak tanya!".
Semakin hari menjalani co ass, gue semakin sadar waktu dan uang itu sangat penting. Apalagi menunda kerja pasien satu hari artinya lo menunda masa depan satu hari. Jadi kalau kita malas satu bulan, rencana nikahan lo bakal tertunda juga satu bulan. SAKIT!
Dalam dunia per-co ass-an ini gue sering mengambil hikmah dengan kejadian-kejadian rese' di rumah sakit. Mulai dari pasien nikung operator (ditinggalin pasien), teman nikung teman (pasien teman diambil teman lain), operator malas (padahal pasien kooperatif banget, (operator siap kerja, pasien sudah datang tepat waktu, dokter jaga juga ada tapi uang perawatan ga cukup), (operator siap kerja, pasien stand by dari pagi, dokter jaga ada, tapi dental unit full atau rusak), (operator siap kerja, pasien ready, giliran dokter jaga ga masuk), (dokter jaga ready, pasien ready, operator sakit). Rasa apalagi yang tidak kita rasakan sebagai co ass gigi?
Sedih? Udah.
Senang? Beberapa kali.
Pengen nangis? Sampai air mata darah juga ngalir gitu aja.

Di co ass juga lo bakal tahu mana teman saat lo lagi emergency banget minta dibantu untuk jadi asistennya, mana teman makan teman, mana teman bohong-bohongan, mana teman saling memanfaatin temannya sendiri, mana teman yang suka nguras duit temannya dengan alasan (besok gue ganti). Gue ga tau lagi besoknya kapan. Sampai kiamat juga cuma dia yang tahu besoknya kapan, mana teman yang sok banget requirement nya paling banyak dikerjain padahal cuma di bagian itu doang, dan terakhir teman paling sok pintar di jagad raya ini. Adaaaaaaaaa. Rese', deh! Hahahaha
Mungkin semua anak co ass gigi pernah mengalami hal di atas. Atau yang ga mau ngaku berarti dia orangnya haha.
Tapi, sebenarnya anak co ass gigi itu kompak. Kompak saling membantu (supaya dapat imbasnya). Ga ada salahnya. Karena kita sistem kerja sama TERPAKSA yang harus dipaksakan haha. Iyalah, kerja sama itu penting bagi co ass gigi. Apalagi dalam hal pasien dan requirement. Teman yang awalnya ga akrab, bakal jadi akrab karena dimulai dari kalimat,
A: Lo mau DST sama dokter ini?
B: Iya, nih. Lo juga?
A: Iya. Barengan, yuk, besok. Biar sama-sama dimarahi dokter kalau ga bisa jawab pertanyaannya.
Jadilah mereka berdua. Langsung ketemuan di Starbucks dan langsung pacaran.
Enggak, lah, deng. Jadilah mereka berteman baik karena DST.
* DST (Dental Side Teaching) = diskusi kasus sebelum melakukan suatu tindakan / perawatan (tertentu).

Ada juga yang versi lain.
A: Lo mau CSS, ya?
B: Iya, nih. Emang lo udah?
A: Belum, sih. Mau translate jurnal dulu
B: Gue lagi translate juga, nih
A: Oh, yah? Wah kebetulan. Bantu translate jurnal gue, dong.
Ujung-ujungnya memanfaatin haha.
*CSS (Clinical Scientific Session) = diskusi kasus jurnal.

Versi lainnya:
A: Nah, kita, kan udah indikasi, nih. Berarti tinggal buat laporan DST nya, dong
B: Yoai
A: Gue copy materinya, please
B: Gue send e-mail, deh
Beberapa jam setelah e-mail masuk.
A: File nya udah gue download. Lo udah susun laporannya?
B: Udah, sih. Barusan selesai. Lo gimana?
A: Nah, itu dia. Parah banget malam ini. Gue belum edit sama sekali laporannya. Soalnya gue lagi keluar sama Mama yang baru datang dari kampung. Ga enak kalau ga diajak jalan dulu. Gue bisa minta laporannya yang udah lo edit, gak?
Jalan-jalan yang terselubung. Alasan tak berujung.

Sebenarnya banyak banget versi-versi lainnya. Tapi dibalik cerita di atas, mungkin ada yang beneran terjadi, ada juga yang co ass nya timbul tenggelam (semangatnya).

Selain itu, mengenai bahan dan alat yang kita pakai selama co ass. Banyak orang awam beranggapan bahwa, alat dan bahan yang kita pakai di rumah sakit itu real punya instansi. Sebenarnya TIDAK SAMA SEKALI. Kita beli sendiri. Kita nyiapin sendiri. Uang yang dipakai? Punya orang tua, lah. Kecuali yang udah nikah. Yah, ga usah muluk-muluk, bahan kayak masker dan handscoon aja kita beli sendiri. Ga percaya, kan? Emang, orang awam ga bakal percaya kecuali dia punya anak yang bakal kuliah di Kedokteran Gigi. Awal masuk saja sudah disuruh beli alat diagnostik yang harganya 500rb. Baru semester 1, lho.

Kalau ngomongin soal uang, itu hal yang paling sensitif banget. Kita sesama co ass saling ngerti gimana kekurangan dan kemiskinan yang dialami temannya sendiri ketika uang di dalam dompetnya tinggal 50 ribu rupiah dan harus bayar uang angkot pulang ke kontrakan 8 ribu rupiah, belum bayar hutang pulsa 12 ribu rupiah, belum ngasih makan pasien anak di KFC paket super mantap 20 ribu rupiah. Sisa uang 10 ribu rupiah. Mau diapain uangnya? Nginap, dah, di RSGM hahaha. Eh, tiba-tiba teman yang satunya nagih hutang 5 ribu, katanya uang pendaftaran pasien yang dipinjam karena kita ga sempat naruh uang di kantong jas co ass. Sisa uang real 5 RIBU RUPIAH hahahahahaha.
Kasihan!
Sebagai solusi, banyak anak co ass yang memulai hidupnya dengan belajar berbisnis kecil-kecilan. Mulai dari jualan tampon (gue sendiri), jualan alginat, polibib, ada juga yang jual kue, minuman, snack, sampai berbisnis MLM, pun ada. Untuk apa?
- Untuk menopang kehidupan yang fana ini
- Sebagai uang tambahan
- Uang mendadak kalau orang tua belum transfer dan kita kepepet harus kerja pasien
- Uang senang-senang (belanja, nonton)
- Tabungan untuk masa depan
- Uang liburan pastinya. Karena otak dan badan butuh refreshing.

Anak co ass gigi itu gak kere. Enggak sama sekali. Mereka cuma hemat. Masing-masing co ass saja udah bersaing jual alginat dengan harga di bawah 100 ribu. Yang sebelumnya 120an ribu rupiah haha.
Co ass gigi itu gak kere. Mereka hanya perlu berhemat karena uang transferan orang tua gak tiap hari. Atau mereka malu karena belum menghasilkan uang sendiri sedangkan umur sudah matang untuk memberikan imbalan kepada orang tua.
Co ass gigi itu ga sesedih yang kalian lihat. Belum sehebat yang kalian pikir. Ga sekaya yang kalian fitnah. Ga juga miskin yang kalian hina.

Coba lihat kami. Kami memang hanya co ass gigi yang mungkin dianggap sepele sama pasien. Dibuat semena-mena karena tiba-tiba menghilang saat perawatan berlangsung, diminta beli ini itu biar mau dirawat giginya, disindir minta dibayarin saat perawatan selesai, dibilang uang transport nya ga cukup. Tapi kami selalu yakin bahwa kami tidak akan menjadi DOKTER GIGI tanpa pasien-pasien itu.

Gue baru sadar, ternyata tulisan saja ga cukup untuk menguraikan cerita yang gue alami selama co ass. Suatu hari nanti, insya Allah gue akan share lagi cerita lainnya.
See you.